Tata Urutan Perundangan

Polemik tentang tata urutan perundangan di Indonesia memang sudah bukan barang yang luar biasa lagi, sejak munculnya TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 sampai dengan lahirnya UU no 10 th 2004 memang tata urutan perundangan di bumi pertiwi ini tidak akan lepas dari berbagai polemik yang menghajarnya.
Dimulai sejak diundangkannya TAP MPRS no.XX/MPRS/1966 polemik mulai tercium ketika dalam hal ini Kepres, Instruksi mentri dan permen yang notabene tergolong beshicking itu kemudian di masukkan ke dalam tata urut perundangan yang berlaku di Indonesia yang seharusnya bersifat regeling (memiliki unsur umum dan abstrak) bukan individual dan konkret seperti beshicking. Selain itu kelemahan dari pengaturan yang tercantum di dalam TAP MPRS XX/1966 itu adalah

  • 1. masih dicantumkannya TAP MPR yang didalamnya itu dalam relisasi pada kehidupan ketatanegaraan masih mengandung peraturan yang bersifat individual dan konkret (einmalig)
  • 2. Tidak dicantumkannya peraturan-peraturan yang mengatur tentang daerah" seperti kabupaten dan provinsi.
Namun dengan 'kerancuan' itu TAP MPRS ini terus berjalan hingga akhirnya dibatalkan oleh TapMPRNo.III/2000. Lagi-lagi 'kerancuan' di dalam tata urutan perundangan ini terulang yaitu tetap dipertahankannya TAP MPR dan Kepres di dalam struktur tata urutan perundangan serta kemudian muncul suatu struktur yang unik tentang tata urutan perundangan di negeri penganut sistem hukum continental ini yaitu dengan diletakannya perpu di bawah UU padahal seperti diketahui di dalam konstitusi Indonesia perpu itu bertugas menggantikan undang-undang ketika dalam keadaan genting yang memaksakan, sehingga jika kita tarik rasio logisnya tidak sah apabila perpu yang kedudukannya berada di bawah undang-undang itu kemudian 'naik ranjang' dan menggantikan undang-undang. selain itu pengaturan yang seperti ini kemudian menimbulkan konsekuensi hukum bahwasanya sebenarnya perpu yang berlaku itu tidak sah/gugur demi hukum.
Setelah melalui 4 tahun bentuk tata perundangan Indonesia yang rancu itu berlaku kemudian muncullah uU 'sakti' yang sedikit banyak mencerahkan yaitu dengan diundangkannya UU No 10 tahun 2004 ttg tata urutan perundangan. Saya anggap ini sebagai UU sakti karena baru di dalam tata urutan perundangan ini semua peraturan yang dicantumkan di dalam tata urutan perundangan itu bersifat regeling (umum abstrak) tidak seperti tata urutan perundangan yang terdahulu yang masih mencantumkan beberapa peraturan yang beshicking di dalam tata urutan perundangan. Namun walaupun UU ini cukup perfect menurut saya, akan tetapi masih ada beberapa peraturan perundangan yang sebenarnya perlu diberi kejelasan dimana tingkatan peraturan itu sebenarnya. Peraturan tersebut misalnya PERMA dan Peraturan Menteri yang sampai saat ini agak rancu pelaksanaanya, baik yang mengenai sah tidaknya peraturan tersebut berlaku maupun tentang kedudukannya di dalam tata urutan perundangan.
Dengan adanya ketidak fixed_an dan ketidak perfect_an mengenai tata urutan perundangan inilah yang menurut saya menjadikan supremacy of law di Indonesia kurang jalan, bahkan terkesan stagnan karena setiap ada aturan yang digelontorkan kepada warga negara belum sepenuhnya terpatri di dalam sanubari publik untuk menyadari bahwa peraturan yang ada dan di buat itu merupakan kewajiban mereka untuk menegakkannya, selain itu dengan pengaturan yang menurut saya membingungkan ini kemudian berdampak adanya tarik ulur antar stick holder tentang siapa yang berhak membuat peraturan dan tentang sah tidaknya peraturan tersebut jika dipublikasikan.
sungguh membingungkan????!!!

Read More......

my village

tak terasa sudah tinggal beberapa hari lagi kemenangan bagi kami orang muslim terselenggara. jalan antara djokja-purbalingga yang sungguh membosankan itu tlah terlewati walau penat n derita dalam mengarungi perjalanan pasti ada saja tercuat di sanubari.

hari ini september dua tujuh nol delapan, sepi tak lagi mewarnai desa kecil di lereng gunung slamet ini, hiruk pikuk kota besar seperti Jakarta sepertinya pindah begitu saja ke desa kami. sudut-sudut desa kini telah beralih menjadi tempat nangkring, berbagi seraya bersua tentang tanah rantaunya. ya, hampir 40% diantara kami adalah pengembara, mencari rupiah demi rupiah di tanah orang. memang begitulah keadaan ekonomi di desa kami, semuanya ingin serba terpenuhi walaupn mereka harus berhujan keringat untuk mencari sedikit rizki illahi di tanah nan jauh disana. tapi sayang berjuta sayang, kurang dari 10% saja diantara kami yang merambah ke tanah orang guna 'mengemis' ilmu, baik ilmu rakyat amupun ilmu tentang negara; masyarakat kami ini terkenal kolot ataupun konvensional dalam melihat segi ilmu ini. mungkin saja saudara-saudara Q ini mengenal ilmu hanya sebatas ilmu hitung, ilmu bahasa, dan klenik mungkin.

semuanya serba konvensional, pola pikir mereka sangat sederhana mereka cuma tahu kalau tujuan hidup itu hanya untuk punya banyak uang, punya istri cantik, rumah besar, tersohor di pelosok desa. mereka sama sekali tak peduli tentang apa itu belajar lewat ilmu, belajar dengan menggunakan otak bukan dengkul. sangat memprihatinkan memang hal ini bisa terjadi di suatu negeri yang telah lama merdeka dan katanya kaya akan sumberdaya alam.orang dungu di negara garuda ini sudah sangat banyak berjejal di setiap sudut daerah, mereka seakan santai saja dengan kedunguan mereka itu tak peduli akan kedunguan mereka dan seakan terlena dan bangga atas apa yang mereka sandang. semuanya apatis tak peduli atas apa yang telah terpatri di dalam sanubari mereka ini, seakan-akan disini akan dijadikan suatu negeri utopis yang tak kenal lagi dengan realita kehidupan dan pentingnya pengetahuan dalam hidup ini. cogito ergo sum yang dikenalkan oleh para materialis/realis abad pertengahan nampaknya sudah sangat pudar di desa kami, semuanya ingin glamour walaupun dalam realita hidupnya makan saja tak tercukupi.

dimana harga diri kita saat ini mungkin tak lagi bisa terjawab, materi dan angan yang selalu menaungi otak-otak ini sudah sangat susah untuk diubah. semuanya statis seperti pohon mengkudu yang ada di depan rumah q itu yang sedari dulu tak ada perubahan, ia tetap ada di tempat itu walau tahun demi tahun berganti. seperti apa yang sudah menjadi lifestyle di daerah kami.

Read More......

'negriku'

Masa kelam kerajaan nan agung di khatulistiwa ini akan semakin panjang tercatat dalam goresan tinta-tinta merah darah tak berdosa. Hampir 25 nyawa terengkuh dari jiwanya hanya untuk mendapat secercah rizki dari sang derma. Mereka tergeletak kaku, pucat nan dingin tak berdaya.
Tuhan yang mereka sembah kini telah menagih kembali nyawa-nyawa nyonya-nyonya tak brdaya itu tuk kembali menghadap pada-Nya. seakan tuli tak mendengar para kawan kita di gedung senayan itu, mereka terlalu sibuk untuk sedikit memalingkan tatapan busuknya untuk sekedar berEmpati pada nyonya-nyonya tak berdaya itu. Mereka lebih tertarik membahas RUU keistimewaan daerah sang sultan; memberantas tikus-tikus kantor yang kotor; mencari dukungan pada pencoblosan orang yang katanya berwibawa itu.
kapan kau mengarahkan pandanganmu pada rakyat yang miskin ini tuan???apakah nyawa sang fakir kini sudah tak bernilai di negeri mu??mana perlindunganmu wahai sang merah putih??apakah yang tercantum pada coretan-coretan para pejabat itu hanya bualan??apakah pasal 34 itu cuma pemanis suatu konstitusi yang katanya terbaik di dunia???
apakah selamanya negara sang garuda ini akan selalu mempraktikan rule of law saja??tak terbesitkah dibenak tuan negara garuda ini bisa rule of just law?
ah... laisses faire laisses passerlah mungkin jawaban yang bisa terungkap, serambi berharap bumi persada ini bangkit dan konsisten dngn pa ang telah digariskan padanya lewat pasal demi pasal dalam konstitsi yang membosankan itu.

Read More......

mendaki gunung

Pembelajaran dari mendaki gunung

Pembelajaran dari mendaki gunung
Mendaki gunung, apa enaknya, ….. apa hikmahnya Enaknya …… menikmati pemandangan mengagumi kebesaran sang pencipta. Dapat dibayangkan gunung yang begitu gagahnya serta menjulang dengan ketinggiannya … yang tersebar diseluruh dunia, dengan bermacam bentuk dan ukuran menandakan betapa dahsyat, betapa hebat, betapa maha …. Sang pencipta.
Manakala kita berada di puncak gunung, kecil kita ….. segala kesombongan, keangkuhan, keserakahan akan sirna, bagaikan debu di tiup angin …… hilang tanpa ada bekas.
Mendaki gunung memberikan hikmah yang begitu dahsyat …. Disadari atau tidak kita dapat belajar segala hal dalam mendaki gunung, rasa persaudaran, persahabatan yang kian kental, kemandirian yang kita peroleh, tidak mudah menyerah, rasa ego yang kian menipis dalam diri, rasa syukur yang makin tebal.
Mungkin masih teringat dalam benak, disaat kita belum pernah mendaki gunung ….. emosi kita suka meluap, manakala pulang sekolah atau main dari rumah sahabat, perut lapar…. Dirumah hanya dihidangkan oleh ibunda tercinta nasi dengan lauk alakadarnya, kita marah, kita hilang selera melihat hidangan yang alakadarnya ……Setelah mengalami hal yang mengharuskan kita bertahan hidup dalam pendakian …… makan apapun yang ada dialam, ataupun makan nasi yang masih kurang matang, atau lauk yang lebih apa adanya dibanding waktu dirumah di bagi dengan kawan sependakian. Tentunya menyesal kita telah menyia-nyiakan masakan ibunda tercinta yang sudah menyiapkan makan untuk anak nya tercinta dengan penuh kasih saying, hanya karena hidangan yang apaadanya.
Masih terlalu banyak pembelajaran dari mendaki gunung.Terimakasih Allah engkau telah berikan pelajaran berharga, dari ciptaan Mu gunung yang begitu indah yang bukan hanya untuk dinikmati oleh mata tetapi harus dinikmati oleh hati nurani yang paling dalam serta menjaganya agar dapat memberikan pelajaran bagi generasi yang akan datang.
By Muchtar, Ahmad (ID - Jakarta)

Read More......

"Slamet" watashi no yama

GUNUNG SLAMET (3.432m)
Gunung Slamet adalah gunung tertinggi di Jawa Tengah dan merupakan gunung tertinggi kedua di P. Jawa dengan ketinggian 3.432m. Pada masa penjelajahan dunia yang pertama Sir Frances Drake ketika melihat Gunung Slamet, segera mengarahkan perahunya dan berlabuh di Cilacap.

Gn. Slamet dapat didaki melalu 3 jalur, lewat jalur sebelah Barat Kaliwadas, lewat jalur sebelah selatan Batu Raden dan lewat jalur sebelah timur Bambangan. Dari ketiga jalur tersebut yang terdekat adalah lewat Bambangan, selain pemandangannya indah juga banyaknya kera liar yang dapat ditemui dalam perjalanan menuju ke puncak slamet.

JALUR BAMBANGAN
Jalur Bambangan adalah jalur yang sangat populer dan merupakan jalur yang paling sering didaki. Route Bambangan merupakan route terpendek dibandingkan route Batu Raden dan Kali Wadas. Dari kota Purwokerto naik bus ke tujuan Purbalingga dan dilanjutkan dengan bus dengan tujuan Bobot sari turun di Serayu. Perjalanan disambung menggunakan mobil bak angkutan pedesaan menuju desa Bambangan, desa terakhir di kaki gunung Slamet.
Di dusun yang berketinggian 1279 mdpi ini para pendaki dapat memeriksa kembali perlengkapannya dan mengurus segala administrasi pendakian.

Pertama-tama menuju pos Payung dengan keadaan medan terjal dengan arah belok kanan. Pendaki akan melewati ladang penduduk selama 1 jam. Pos Payung merupakan pos pendakian yang menyerupai payung raksasa dan masih berada di tengah-tengah perkebunan penduduk. Selepas pos Payung pendakian dilanjutkan menuju pondok Walang dengan jalur yang sangat licin dan terjal di tengah-tengah lingkungan hutan hujan tropis, selama kurang lebih2 jam. Selepas pondok Walang, medan masih seperti sebelumnya, jalur masih tetap menanjak di tengah panorama hutan yang sangat lebat dan indah, selama kira-kira 2 jam menuju Pondok Cemara.

Sebagaimana namanya, pondok Cemara dikelilingi oleh pohon cemara yang diselimuti oleh lumut. Selepas pondok Cemara pendakian dilanjutkan menuju pos Samaranthu. Selama kira-kira 2 jam dengan jalur yang tetap menanjak dan hutan yang lebat.
Samaranthu merupakan pos ke 4. Kira-kira 15 menit dari pos ini terdapat mata air bersih yang berupa sungai kecil. Selepas Samaranthu, medan mulai terbuka dengan vegetasi padang rumput.

Pendaki akan melewati Sanghiang Rangkah yang merupakan semak-semak yang asri dengan Adelweiss di sekelilingnya, dan sesekali mendapati Buah Arbei di tengah-tengah pohon yang menghalangi lintasan pegunungan. Pendaki juga akan melewati Sanghiang Jampang yang sangat indah untuk melihat terbitnya matahari. Kira-kira 30 menit kemudian pendaki akan tiba di Plawangan.
Plawangan (lawang-pintu) merupakan pintu menuju puncak Slamet. Dari tempat ini pendaki akan dapat menikmati panorama alam yang membentang luas di arah timur. Selepas Plawangan lintasan semakin menarik sekaligus menantang, selain pasir dan bebatuan sedimentasi lahar yang mudah longsor pada sepanjang lintasan, di kanan kiri terdapat jurang dan tidak ada satu pohon pun yang dapat digunakan sebagai pegangan.

Di daerah ini sering terjadi badai gunung, oleh karena itu pendaki disarankan untuk mendaki di pagi hari. Kebanyakan pendaki meninggalkan barang-barang mereka di bawah, untuk memperingan beban. Dari Plawangan sampai di puncak dibutuhkan waktu 30- 60 menit. Dari sini pendaki dapat melihat puncak Slamet yang begitu besar dan hamparan kaldera yang sangat luas dan menakjubkan, yang biasa disebut dengan Segoro Wedi.

Letusan yang pernah tercatat yakni tahun 2000, 1989, 1988, 1974?, 1973, 1969, 1967, 1966, 1960-61, 1958, 1958, 1957, 1955, 1953, 1951-52, 1951, 1948, 1944, 1943-44, 1943?, 1940, 1939, 1939, 1937, 1934?, 1933, 1932, 1930, 1929, 1928, 1927, 1926, 1923, 1904, 1890, 1885, 1875, 1875, 1860, 1849, 1835, 1825, 1772. Apabila kita ingin turun menuju jalur lain, misalnya Guci, pendaki harus melewati kompleks kawah untuk memilih jalur yang diinginkan.

JALUR KALIWADAS
Kaliwadas merupakan sebuah dusun yang berketinggian 1850 mdpi dan masuk wilayah Desa Dawehan, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, atau tepatnya berada pada barat daya lereng Gunung Slamet. Untuk menuju Kaliwadas dapat ditempuh dari kota Bumiayu menuju Pangasinan dengan menggunakan Angkutan Pedesaan jenis Colt yang memakan waktu 2 jam. Setiba di Pasar Pangasinan, perjalanan dilanjutkan menuju Kaliwadas dengan menggunakan Jeep Hardtop atau menggunakan angkutan umum jenis kendaraan terbuka yang beroperasi hingga pukul 18.00.

Pendaki dapat menyiapkan segala perbekalan dan perizinan dari Kaliwadas ini. Kira -kira 300 m selepas jalan desa, pendaki diarahkan menuju jalan setapak. Satu jam kemudian pendaki akan melewati Tuk Suci yang oleh penduduk setempat diartikan sebagai mata air suci. Di Tuk Suci ini terdapat aliran air yang dibendung, yang berfungsi sebagai pengairan desa di bawahnya. Selepas Tuk Suci, medan mulai menanjak menembus lorong-lorong tumbuhan Bambu yang berukuran kecil. Penduduk sekitar menyebutnya Pringgodani. Enam puluh menit kemudian pendaki akan tiba di pondok Growong.

Pondok Growong merupakan tempat yang cocok untuk mendirikan tenda. Di sekitar area ini banyak ditemukan pohon besar yang di bawahnya terdapat lubang berukuran cukup besar. Selepas pondok Growong lintasan relatif datar sampai pada sebuah jembatan kecil yang bemama taman Wlingi, yang berada di ketinggian 1953 mdpl. Di daerah ini terdapat persimpangan, lintasan yang lurus dan lebar menuju ke Sumur Penganten. Berjarak 500 m dari area terdapat sumber air, yang juga merupakan sebuah tempat keramat di mana banyak peziarah yang datang untuk meminta berkah.

Jalur ke kiri merupakan lintasan yang menuju ke puncak. Keadaan lintasan semakin menanjak. Di sepanjang lintasan mulai banyak dijumpai pohon tumbang dan pohon penyengat. Lintasan kadang tertutup oleh semak belukar sehingga pendaki harus waspada agar tidak tersesat. Lintasan mulai kembali melebar ketika pendaki melewati persimpangan Igir Manis yang berada di ketinggian 2600 mdpl. Di sekitar area ini akan didapati tetumbuhan Adelweiss dan tetumbuhan Arbei. Setelah itu pendaki akan sampai di Igir Tjowek yang berada di ketinggian 2750 mdpl. Daerah ini masuk kawasan Gunung Malang. Di sini terjadi pertemuan jalaur ini dengan jalur Baturaden. Beberapa meter kemudian barulah pendaki tiba di Plawangan.

Plawangan merupakan sebuah tanah yang cukup datar di daerah terbuka, sekaligus merupakan batas vegetasi. Untuk menuju puncak dibutuhkan waktu kira-kira 2 jam. Pendaki dapat berangkat pagi agar dapat menikmati keadaan puncak dan sekitamya dalam keadaan cuaca cerah. Selepas Plawangan lintasan semakin tajam hingga mencapai sudut pendakian 60. Selanjutnya keadaan lintasan semakfn parah dengan medan bebatuan vulkanik yang mudah longsor. Bau belerang terasa menyengat dari kawah ketika pendaki tiba di puncak bayangan. Setiba di daerah ini, pendaki tinggal melipir pada gigir kawah menuju arah timur.

Setelah melewati Tugu Surono yang berupa tumpukan batu, pendaki akan sampai di puncak tertinggi Gunung Slamet yang ditandai dengan patok triangulasi dan tower. Dulu tempat ini juga digunakan sebagai pemantauan aktivitas gunung api ini. Di puncak tertinggi kedua se-Jawa ini pendaki dapat menyaksikan pemandangan pada arah timur. Tampak beberapa puncak seperti Gunung Sumbing, Sundoro, Merbabu, Merapi, dan puncak Ciremai di arah barat. Semuanya berdiri kokoh sekan-akan menjadi pasak bumi Pulau Jawa.

JALUR BATU RADEN
Dari kota Purwokerto menuju tempat wisata Batu Raden menempuh jarak 15 km arah utara dan dapat ditempuh selama 30 menit dengan menggunakan Angkutan umum. Batu Raden yang merupakan daerah wisata yang terkenal dengan Pancuran Telu dan Pitu ini berada di ketinggian 760 mdpl. Pancuran tersebut merupakan aliran mata air panas yang mengandung belerang. Jalur ini merupakan jalur tersulit dan jarang dilalui pendaki.

Selepas pal Taman Wisata Batu Raden, lintasan berbelok ke kanan dan menurun. Dalam perjalanan menuju pos I banyak ditemui cabang lintasan, yang merupakan jalan tikus yang banyak dibuat oleh penduduk setempat. Di tengah perjalanan pendaki akan melewati sebuah sungai. Setelah itu lintasan kembali datar dengan sajian jurang yang menganga pada sisi kanan lintasan. Untuk sampai di pos I dibutuhkan waktu selama 3 jam.

Selepas pos I lintasan mulai menanjak dengan sajian hutan yang rimbun dan asri, selama 2 jam. Untuk sampai di pos III dibutuhkan waktu selama 3 jam dengan lintasan yang tidak begitu menanjak. Vegetasi di pos III masih dalam kungkungan hutan hujan Tropis. Selepas itu pendaki akan melipir pada sebuah punggungan tipis yang berada di ketinggian 1664 mdpl. Daerah tersebut bemama Igir Leiangar. Selepas pos IV, tepatnya di puncak Gunung Malang, akan ditemui persimpangan dengan jalur Kaliwadas. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju ke Plawangan, lalu berbelok ke kanan menuju puncak Slamet.
www.langsing.net/gunung/slamet/slamet.htm

Read More......
Template by : Kendhin x-template.blogspot.com