Tak lebih dari 3 hari lagi negeri garuda ini akan merayakan miladnya yang ke-64. Enam puluh empat tahun memang bukan suatu perjalanan yang singkat bagi negara yang telah 6 kali mengalami pergantian pemimpin ini. Namun dalam rangkaian perjalanan panjangnya itu, sang garuda rasanya masih menyimpan puluhan bahkan ribuan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Mulai dari penyelenggaraan ketatanegaraan sampai pada pelaksanaan pendidikan semuanya seakan memiliki permasalahan yang tak terselesaikan. Ketika negara-negara asia tenggara lainnya sedang mengembangkan sayap-sayap ekonomi mereka, sang garuda yang seharusnya sudah mulai terbang malah sibuk mengurusi bagian-bagian tubuhnya yang mulai terkotak-kotakan oleh sistem-sistem yang sering kali berbenturan dengan berbagai kepentingan personal dari beberapa oknum yang sedang menikmati indahnya tahta yang ia sandang sekarang.
Sebagai ilustrasi, dalam dunia penyelenggaraan administrasi negara seringkali para oknum yang pada umumnya kaum borjuis itu melakukan apa yang disebut dengan onrechmatige (perbuatan melawan hukum), wet matige (perbuatan melawan undang-undang), detournement de pouvoir (menyalahgunakan wewenang), serta willekeur (perbuatan sewenang-wenang) namun anehnya keempat perbuatan itu seakan-akan tak tersentuh oleh aparat penegak hukum kita. Bahkan dalam beberapa kasus yang terjadi seperti pengurusan KTP, pelanggaran lalulintas, pengurusan beberapa surat ijin, bahkan sampai dengan proses penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah tak jarang kita ketemui KUHP berperan disana. KUHP dalam singkatan disini bukan dalam arti yang sebenarnya (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) melainkan suatu joke yang sering digunakan untuk menyebut kegiatan ‘suap’ karena KUHP disini diartikan sebagai Keluar Uang Hilang Perkara. Dalam berbagai kesempatan sistem di dalam kegiatan ketatanegaraan di bumi pertiwi ini juga kerap bermasalah seperti ketidaksingkronan antara departemen dengan kanwil-kanwil yang membawahinya, maupun antar instansi dalam rangka pegelolaan suatu BUMN. Selain itu di dalam suatu sistem penyelenggaraan pendidikan juga mulai muncul berbagai bayang-bayang masalah yang mengintai. Seperti penerapan sistem pendidikan reproduksi bagi semua matapelajaran yang diberikan pada siswa, padahal di dalam kenyataannya pendidikan reproduksi itu sendiri lebih cocok untuk mata pelajaran yang berada di dalam ranah sains sedangkan untuk mata pelajaran yang berada di dalam ranah sosial bentuk penddidikan yang reproduksi ini dipandang sangat kaku dan ditakutkan akan mencetak manusia-manusia yang hanya dapat menerapkan copy paste (copas) dari apa yang ada di buku pelajaran mereka ke dalam lingkungan masyarakat.
Dalam beberapa ilustrasi tersebut, entah siapa yang berhak dikambinghitamkan. Apakah pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi? ataukah para petinggi-petinggi departemen-departemen yang katanya memiliki previllege itu?atau kepala-kepala manusia Indonesia ini yang salah?? Semuanya masih kabur, tak ada satu pun golongan yang mau dikambinghitamkan dalam masalah yang super pelik ini. Mungkin ketika usianya 64 tahun nanti, sang garuda masih sibuk membenahi dirinya setelah bertubi-tubi dihantam berbagai masalah yang tak kunjung usai ini.

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com