Pengawasa Fungsional

Pengawasan merupakan salah satu kegiatan yang biasa kisudah hamper pasti dapat kita jumpai pada berbagai organisasi, tak terkecuali pada pelaksanaan organisasi negara di Indonesia. Banyak para ali yang mencoba untuk memberikan definisi tentang istilah pengawasan tiu sendiri,sebagai contoh:
 Siagian, beliau mendefinisikan pengawasan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana sebelumnya.
 Sarwoto, yang mengatakan bahwa pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang di tetapkan dan atau hasil yang di kehendaki.
 George R Terry, beliau mendefinisikan ‘control is to determine what is accomplished, evaluate it, and apply corrective measures, if needed to ensure result in keeping with the plan’.
 Newman, ‘control is assurance that the perform conform plan.’
Dari pendefinisian istilah pengawasan oleh beberapa ahli di atas dapat kita ketahui bahwa menurut Siagian dan Sarwoto dapat kita simpulkan bahwa mereka membagi pengertian pengawasan menjadi dua yaitu wujud pengawasan (kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto) dan tujuan yang hendak dicapai. Namun menurut dua ahli berikutnya yaitu Terry dan Newman mereka tidak mementingkan wujud dari pengawasan tersebut akan tetapi langsung menuju pada tujuan yang akan di capai.
Di negara Indonesia yang bertipe negara kesejahteraan (welfare state) adanya pengawasan dari penguasa di dalam proses penyelenggaraan pemerintahaan itu merupakan hal yang sudah pasti ada, yang kemudian di dalam pelaksanaannya pemerintah akan turut campur tangan di dalam segala aspek kehidupan yang menyangkut hajat hidup orang banyak karena negara kesejahteraan itu sendiri memiliki tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum dan pelayanan kepentingan umum. Oleh sebab itu maka diperlukan suatu proses pengawasan terhadap kinerja pemerintah atau dalam hal ini para aparatur negara supaya kekeliruan-kekeliruan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dapat dihindari/diminimalisasi.
Salah satu bentuk pengawasan terhadap aparatur negara ialah pengawasan fungsional. Bentuk pengawasan ini diatur di dalam Inpres No 15 Tahun 1983. namun di dalam inpres tersebut tidak dijelaskan dengan terperinci tentang apa yang dimaksud dengan pengawasan fungsional. Menurut peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, pengawasan fungsional dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan, dan penilaian atau bisa juga kita simpulkan bahwa pengawasan fungsional itu merupakan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/aparat pengawasan yang dibentuk atau ditunjuk khusus untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara independen terhadap obyek yang diawasi. Pengawasan fungsional tersebut dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan fungsional melalui audit, investigasi, dan penilaian untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga di dalam hal ini pengawasan fungsional dilakukan baik oleh pengawas ekstern pemerintah maupun pengawas intern pemerintah. Pengawasan ekstern pemerintah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sedangkan pengawasan intern pemerintah dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga/badan/unit yang ada di dalam tubuh pemerintah (pengawas intern pemerintah), yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan fungsional adalah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), yang terdiri dari :
 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
 Inspektorat Jenderal Departemen
 Inspektorat Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) /Kementerian
 Lembaga Pengawasan Daerah atau Bawasda Provinsi/Kabupaten/Kota
Berdasarkan apa yang telah diatur di dalam bab II undang-undang nomor 5 tahun 1973, salah satu lembaga pengawas fungsional adalah BPK. BPK memiliki tugas untuk mengawasi keuangan negara dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal ini keuangan negara meliputi keuangan yang diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun keuangan negara di luar APBN. Di dalam melakukan pengawasan fungsional BPK melakukan kegiatan pengujian kesepadanan laporan pertanggungjawaban keuangan negara dan memberikan pendapat terhadap kelayakan pertanggungjawaban keuangan negara tersebut (fungsi attestation). Dalam hal ini BPK melakukan pengawasan terhadap pertanggungjawaban pemerintah secara keseluruhan atas pengelolaan keuangan negara. Pengawasan yang dilaksanakan BPK diharapkan dapat memberikan masukan kepada DPR mengenai kewajaran pertanggungjawaban keuangan negara oleh pemerintah.
Sementara itu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan pengawasan fungsional terhadap pengelolaan keuangan negara agar berdaya guna dan berhasil guna untuk membantu manajemen pemerintahan dalam rangka pengendalian terhadap kegiatan unit kerja yang dipimpinnya (fungsi quality assurance). Pengawasan yang dilaksanakan APIP diharapkan dapat memberikan masukan kepada pimpinan penyelenggara pemerintahan mengenai hasil, hambatan, dan penyimpangan yang terjadi atas jalannya pemerintahan dan pembangunan yang menjadi tanggung jawab para pimpinan penyelenggara pemerintahan tersebut.
BPKP sebagai aparat pengawasan penyelenggaraan pemerintahan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden bertugas untuk membantu Presiden dalam menjalankan pengawasan umum atas penguasaan dan pengurusan keuangan serta pengawasan pembangunan yang menjadi tanggung jawab presiden. Dari uraian tugas BPKP ini nampak bahwa BPKP diadakan hanya membantu sebagian fungsi presiden, yakni membantu pengawasan bidang keuangan dan pembangunan, sedangkan terhadap fungsi presiden yang lain seperti administrasi umum dan yang lainnya akan dibantu oleh lembaga yang lain.
Jika di tingkat Departemen, seperti halnya di tingkat pemerintah terdapat suatu lembaga pengawas fungsional yaitu Inspektorat Jendral yang bertugas untuk membantu menteri dalam pengawasan umum atas segala aspek pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab menteri.
Pengawasan fungsional di daerah berdasarkan PP No 20 Tahun 2001 dilaksanakan oleh Badan Pengawas Daerah. Badan ini dibentuk dan bertanggung jawab kepada kepala daerah. Fungsi dari badan pengawas daerah ini adalah membantu bidang pengawasan fungsional penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selain badan Pengawas daerah, dalam penyelenggaraan pemerintah daerah juga diawasi oleh pengawas fungsional pemerintah yang ada seperti Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Contoh dari pelaksanaan pengawasan fungsional yang dilaksanakan oleh APIP adalah seperti yang diamanatkan dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 48 Ayat (5) yang berbunyi sebagai berikut : “Unit pengawasan intern pada instansi pemerintah melakukan pengawasan kegiatan/proyek, menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan masalah atau penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa, kemudian melaporkan hasil pemeriksaaannya kepada menteri/pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).” Contoh lain dari pelaksanaan pengawasan fungsional yang dilaksanakan oleh APIP adalah seperti yang diamanatkan dalam Keppres Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pasal 70 dan 71 yang berbunyi sebagai berikut :“Inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan anggaran negara yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja/proyek/bagian proyek dalam lingkungan departemen/lembaga bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku.”“Hasil pemeriksaan inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga yang membawahkan proyek yang bersangkutan dengan tembusan disampaikan kepada Kepala BPKP.”“BPKP melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”“Inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan lembaga, Kepala BPKP, dan unit pengawasan daerah wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.”
Namun di dalam pelaksanaannya di antara lembaga pengawas fungsional yang satu dengan yang lainnya tidak ada relasi yang baik sehingga seringkali kita dapati adanya tupang tindih di dalam pelaksanaan fungsional tersebut. Oleh karena itu perlu diadakannya suatu harmonisasi dan sinkronisasi di dalam pengaturan pengawasan fungsional agar tercapainnya suatu hasil pengawasan yang baik.

Read More......

Istilah Hukum Islam Serta Hubungan Hukum Islam dengan Agama Islam

1. Landasan Teori
Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah sekitar 200 juta penduduk yang menganut ajaran Agama Islam. Dengan angka yang cukup besar ini maka secara tidak langsung mempngaruhi kehidupan sehari-hari warga negaranya baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, politik, serta hukum yang berdampak dengan munculnya penggunaan hukum islam sebagai salah satu hukum yang berkembang dan digunakan di Indonesia ini.
Apabila kita pelajari lebih lanjut maka dalam pelaksanaan maupun dalam aturan-aturannya hukum islam itu sangat berkaitan erat dengan ajaran Agama Islam. Hal ini dikarenakan sumber-sumber hukum pada hukum Islam itu diambil langsung dari ajaran Agama Islam baik itu yang bersumber dari Alquran, Hadist, maupun dari akal pikiran manusia yang lebih dikenal dengan istilah ijtihad. Dengan adanya saling keterkaitan inilah yang menyebabkan penulis untuk menjabarkan seberapa jauh adanya keterkaitan antara hukum Islam dengan Islam sebagai sebuah agama, dengan menjelaskan terlebih dahulu tentang pengertian hukum dan Islam serta mencari sebab-sebab munculnya hubungan keterkaitan antara hukum Islam itu dengan Agama Islam.

2. Pembahasan
Islam dalam pengertian sebagai agama serta Islam dalam artian sebagai hukum itu memiliki suatu letak perbedaan, yaitu dari segi ruang lingkupnya serta dari segi fungsinya. Oleh karena itu perlu kita pahami terlebih dahulu dimana letak perbedaan Islam sebagai suatu hukum serta Islam sebagai suatu agama.
Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas atau bisa juga diartikan sebagai undang-undang, peraturan dan sebagainya yang bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Sedangkan menurut etimologi kata yang digunakan, istilah hukum berasal dari kata hukm (arab) yang artinya norma atau kaidah yakni ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku manusia dan benda (M.Daud Ali, 2007:44). Jika kita meninjau hukum dari segi bentuknya maka hukum itu terbagi menjadi dua yaitu hukum tertulis seperti undang-undang dan hukum tidak tertulis seperti hukum adat. Di dalam hukum tertulis Indonesia yang mengadopsi dari sistem hukum barat ini biasanya hanya mengatur tentang kepentingan manusia dalam kehidupan bermasyarakat saja atau dengan kata lain hukum hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan manusia dengan benda di dalam suatu masyarakat.
Sedangkan Islam itu sendiri seperti yang terdapat pada Alquran berasal dari kata Aslama (mendekatkan diri pada Allah), Salima (menyelamatkan), dan/atau Salama (menyelamatkan diri sendiri). Dari ketiga istilah tersebut dapat kita simpulkan arti Islam itu sendiri yaitu menyelamatkan. Untuk mencapai suatu keselamatan itu maka setiap muslim harus menggunakan akal pikirannya untuk melaksanakan setiap ajaran Islam dengan berlandaskan pada suatu natural law atau yang biasa disebut oleh umat islam dengan sebutan sunatullah (hukum-hukum Tuhan) yang berasal langsung dari Tuhan. Sunatullah inilah yang kemudian diterangkan di dalam Alquran serta Hadist serta dalam perkembangan berikutnya sunatullah yang inilah yang akan menjadi sumber dari hukum Islam. Maka jika ditinjau berdasarkan kata perkata istilah hukum islam itu memiliki makna yaitu suatu norma atau kaidah yakni ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku manusia dan benda di dalam masyarakat yang di dasarkan pada ajaran islam yang bertujuan untuk mencapai suatu keselamatan.
Sedangkan Islam sebagai suatu agama dapat kita simpulkan sebagai percaya terhadap Allah yang Esa serta meyakini bahwa Muhammad itu Rasul-Nya. Agama Islam sebagai wahyu terakhir mengandung suatu ajaran yang merupakan suatu sistem, terdiri dari akidah (iman, keyakinan), syariat/syariah (hukum), dan akhlak (moral) yang mengatur segala tingkah laku manusia dalam berbagai hubungan, baik hubungan dengan Tuhannya maupun manusia dengan dirinya sendiri, masyarakat, benda atau makhluk lainnya (M.Daud Ali, 2007:31). Dalam hal ini umat Islam tidak hanya berarti takut kepada Allah, akan tetapi juga aktif dalam kehidupan manusia baik itu antara hubungan manusia itu dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, maupun dengan lingkungan sekitarnya yang tentu saja di dalam pelaksanaanya memerlukan kadar iman dan takwa pada setiap diri umat Islam itu sendiri. Bahkan seorang ilmuan dari Belanda yang bernama Cristian Snouck Hurgronje mengatakan bahwa islam is a religion of law in the meaning of the word ( Islam adalah agama hukum dalam arti kata yang sebenarnya) karena selain mengatur hubungan manusia dengan pencipta, di dalam Islam juga mengajarkan tentang kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam kehidupan masyarakat yang memerlukan penyelenggara negara. Jadi bisa kita katakan bahwa Islam sebagai agama itu berbeda dengan islam sebagai suatu hukum karena dalam hal ini hukum Islam itu hanya bagian saja dari ajaran Agama Islam.
Didalam pelaksanaan hukum Islam kita mengenal ada istilah syariat dan fiqh. Menurut Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H. di dalam buku Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, jika dilihat dari segi ilmu hukum,
syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia yang dijelaskan lebih rinci oleh Nabi Muhammad. Oleh karena itu syariat terdapat di dalam Al quran dan Hadist.
Syariat inilah yang menjadi nilai utama di dalam pelaksanaan ajaran Islam yang kemudian berpengaruh terhadap kaidah-kaidah hukum Islam yang ditetapkan dan dilaksanakan di Indonesia.
Selain syariat dikenal pula istilah fiqh di dalam ajaran agama Islam, fiqh (fikih) memiliki makna ilmu khusus memahami, mendalami syariat untuk dapat dirumuskan menjadi kaidah konkret yang dapat dilaksanakan di masyarakat. Tidak seperti syariat yang yang bersifat fundamental dan memiliki lingkup yang lebih luas karena di dalamnya menyangkut juga akhlak dan akidah, fiqh lebih bersifat instrumental karena ruang lingkupnya hanya terbatas pada hukum yang mengatur tentang perbuatan manusia saja serta di dalam pelaksanaanya fiqh ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman, hal inilah yang kemudian menyebabkan fiqh bisa terdiri lebih dari satu seperti misalnya adanya aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazhab-mazhab.
Agama Islam akan menjadi satu sentral yang tak tergantikan di dalam hukum Islam karena dari ajaran agama inilah hukum islam mulai bisa tumbuh dan berkembang pesat di dalam masyarakat. Ajaran agama yang mulai masuk ke Indonesia sekitar abad ke VII ini telah menjadi suatu agama yang sangat penting di bumi pertiwi ini karena berawal dari ajaran agama ini nantinya muncul suatu kaidah-kaidah atau aturan yang berlaku sebagai hukum positif di Indonesia, selain itu melalui hukum Islam yang merupakan bagian dari ajaran agama Islam ini telah sedikit banyak mempengaruhi kegiatan atau pola hidup masyarakat Indonesia.
Jika kita lebih lanjut mencermati pelaksanaan hukum Islam di Indonesia ini sebenarnya terdapat suatu hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisah-pisahkan antara hukum Islam dengan Agama Islam. Sebagai contoh, baik syariat ataupun fiqh yang merupakan hukum Islam tersebut semuanya bersumber pada satu kitab suci umat Islam yaitu kitab suci Alquran (walaupun fiqh didapat dari pemahaman terhadap bidang ajaran Alquran yang berhubungan dengan perbuatan dan amalan manusia saja). Selain itu salah satu aspek yang merupakan aspek fundamental ajaran Agama Islam merupakan penjelasan terhadap amalan-amalan manusia atau fiqh. Sehingga kita bisa mennyimpulkan bahwa hukum Islam itu sebenarnya merupakan salah satu bagian dari ajaran Agama Islam, serta di dalam pelaksanaanya kehidupan bermasyarakat hukum Islam akan selalu menerapkan aturan-aturan maupun kaidah-kaidah yang dajarkan di dalam ajaran agama Islam walaupun ada sebagian dari hukum Islam yang digunakan merupakan suatu proses pemberdayagunaan akal pikiran manusia terhadap apa yang telah ditetapkan di dalam kitab suci serta kadangkala antara aturan yang satu dengan yang lainnya berbeda cara pelaksanaannya. Sebagai contoh, di dalam pelaksanaan sholat antara mazhab syafi’i dan mazhab hanafi itu ada perbedaannya begitu pula tentang tata cara dalam proses pelaksanaan perkawinan. Kedua mazhab itu sama-sama dianggap sebagai hukum Islam walaupun itu sebagai suatu pendalaman dengan akal manusia terhadap apa yang telah diperintahkan di dalam Alquran serta dilaksanakan dengan iman.
Di dalam Alquran yang notabene merupakan pedoman hidup bagi umat Islam
tersebut sebenarnya;
memuat banyak sekali kaidah hukum baik yang berkenaan dengan syariah, moral, maupun akidah atau dapat kita simpulkan bahwa konsep hukum menurut alquran adalah all comprehensive yaitu meliputi segala-galanya sesuai dengan sifat penciptanya yaitu Allah Penguasa Alam semesta yang menguasai semuanya. Ini berarti hukum, menurut konsep Alquran, tidak dapat dipisahkan dengan iman dan akhlak.
Dikarenakan menurut konsep di dalam Alquran yang mengatakan bahwa hukum di dalam Islam itu tidak dapat dipisahkan dengan aspek lain yaitu iman dan akhlak maka ini kembali menguatkan pada kita bahwasanya hukum Islam itu tidak dapat dipisahkan dari keimanan seseorang terhadap salah satu ajaran agama yaitu agama Islam serta ahlak seseorang yang telah diatur oleh ajaran agama tersebut yaitu ajaran agama Islam.
3. Kesimpulan
Istilah hukum islam itu jika kita ambil dari arti dari dua istilah yaitu hukum dan Islam maka dapat disimpulkan bahwa hukum Islam memiliki makna yaitu suatu norma atau kaidah yakni ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku manusia dan benda di dalam masyarakat yang di dasarkan pada ajaran islam yang bertujuan untuk mencapai suatu keselamatan.
Islam dalam pengertian sebagai agama serta Islam dalam artian sebagai hukum itu memiliki suatu letak perbedaan, yaitu dari segi ruang lingkupnya serta dari segi fungsinya. Apabila kita tinjau dari segi fungsinya maka hukum islam itu hanya mengatur tentang pelaksanaan amalan manusia saja baik itu amalan terhadap dirinya sendiri, amalan yang berhubungan dengan Tuhan, dengan orang lain, maupun dengan benda dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan di dalam ajaran Islam selain menjelaskan tentang amalan perbuatan manusia ajaran islam juga mengajarkan tentang ajaran yang bertalian dengan aqidah/keimanan (ilmu kalam) serta ajaran yang bertalian dengan pendidikan dan perbaikan moral atau sering disebut dengan ilmu akhlak. Serta jika kita gali dari segi yang lain maka kita bisa menemukan bahwasanya kaidah-kaidah yang diatur di dalam hukum Islam itu merupakan penjabaran lebih lanjut dari kaidah-kaidah ajaran agama Islam atau bisa kita katakana bahwa hukum Islam itu hanya merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan ajaran agama Islam.
Ada hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisah-pisahkan antara hukum Islam dengan Agama Islam, hal ini terjadi karena adanya kesamaan tentang sumber pedoman dari hukum Islam itu sendiri serta ajaran Agama Islam yaitu Alquran. Di dalam pelaksanan hukum Islam di masyarakat yang didasarkan pada Alquran ini tidak dapat dipisahkan dengan akhlak dan iman. Akhlak disini merupakan ajaran moral yang diajarkan dalam ajaran agama serta iman mempunyai makna sebagai kepercayaan seseorang terhadap suatu agama, baik itu jika dilihat dari segi teologisnya maupun berdasarkan hati nuraninya.

Read More......

Pengawasan Yuridis in my opinion

Pengawasan Yuridis

Pengawasan Yuridis merupakan pengawasan yang dilakukan oleh kekuasaan kehakiman, sedangkan kekuasaan kehakiman itu sendiri dengan berdasarkan Undang-undang no 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman ini merupakan kekuasaan dijalankan oleh lembaga peradilan yang berpuncak kepada Mahkamah Agun. Jadi dengan kata lain yang merupakan subyek dari pengawasan yuridis disini yaitu lembaga-lembaga peradilan baik itu di dalam lingkup peradilan agama, peradilan militer, peradilan umum, dan peradilan tinggi tata usaha negara. Selain itu juga ada lembaga negara yang melaksanakan tugasnya menjadi subyek dari pengawasan yuridis tersebut yaitu Mahkamah Konstitusi seperti yang telah diatur di dalam pasal Pasal 24C ayat (2) Undang-undang dasar NRI 1945 yaitu ’Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar’. Sedangkan Komisi Yudisial (KY) itu bukan merupakan lembaga yang melakukan pengawasan yuridis karena seperti yang tertuang di dalam UUD NRI 1945 pasal 24 B ayat (1) tugas dari KY itu hanya sebatas memberikan pengaturan terhadap perilaku dari para hakim supaya keluhuran, kehormatan, dan perilaku hakim itu tetap dapat terjaga.

Sementara itu, yang menjadi obyek di dalam pelaksanaan pengawasan yuridis disini merupakan lembaga-lembaga negara yang melakukan fungsi eksekutif yaitu seperti presiden atau dengan kata lain yang dijadikan obyek dari pengawasan yuridis ini yaitu perbuatan dari aparatur pemerintah tersebut apakah bertentangan atau tidak dengan ketentuan yang berlaku. Di dalam pelaksanaan pengawasan yuridis ini biasanya dilakukan dengan cara represif atau dilakukan setelah ada pelanggaran dan hanya 3 hal perbuatan tercela pemerintah yang dapat digugatkan yaitu perbuatan melanggar undang-undang (Onwetmatige), perbuatan menyalahgunakan wewenang (Detournement de pouvoir), dan perbuatan sewenang-wenang (Willekeur) dari aparatur negara.





Read More......
Template by : Kendhin x-template.blogspot.com